Minggu, 14 September 2008

Kebangkitan Semu Dunia Buku Indonesia

Note: Ini PR bahasa Indonesia Saiiah... Iseng ajah Saiiah posting... Hhi... Tapi baca iaah??

Jika Anda pergi ke toko buku, Gramedia dan lain-lain, bertebaran buku-buku karangan para penulis Indonesia. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah buku karangan penulis Indonesia jauh lebih banyak. Namun, perhatikan sekali lagi. Judul-judul yang beredar adalah Ketika Cinta Bertasbih, Mengaku Rasul (Sesat), Dealova, Me vs High Heels, ML (Mau Lagi), Kawin Kontrak, Babi Ngesot, Dokter Ngocol, Hantu Jeruk Purut, Rumah Pondok Indah, dan semacamnya. Suatu hal yang membanggakan sekaligus mengkhawatirkan bukan?

Banyaknya buku yang tidak disertai dengan keragaman genre, menandakan bahwa penulis Indonesia tidak kreatif. Para penulis Indonesia sekarang lebih mementingkan ‘musim’ buku yang dibaca masyarakat. Sebagai contohnya, ketika Dealova menjadi best-seller sebagai buku cerita cinta remaja (Teenlit) di bawah naungan penerbit Gramedia, para penulis Indonesia berlomba-lomba untuk mengirimkan karya mereka (cerita remaja juga) kepada penerbit yang bersangkutan. Contoh lain adalah suksesnya buku Kambing Jantan karangan Raditya Dika, yang diangkat dari blog (jurnal) pribadi penulis, mendorong banyak orang untuk menulis blog dan menerbitkannya dalam bentuk buku. Hal ini mengalihfungsikan blog sebagai jurnal pribadi menjadi mesin pengeruk uang.

Genre yang pernah merajai top best-seller buku Gramedia adalah genre percintaan. Namun ketika orang bosan dengan buku-buku dengan genre itu, penulis yang memiliki ide kreatif lain pun menciptakan genre lain, misalnya religi atau petualangan.

Sekitar tahun 2001, Habiburrahman el-Shirazy menerbitkan novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta. Namun, novel tersebut baru meledak sekitar awal tahun ini di Indonesia. Kalau begitu, kemana novel ini setelah sekian tahun? Novel ini sempat merajai top best-seller Asia Tenggara, tetapi orang Indonesia sendiri seakan baru mengetahui novel itu saat ini, setelah filmnya dibuat dan sukses. Novel ini menghilang karena sempat ‘tenggelam’ di antara buku-buku ber-genre percintaan. Orang-orang lebih tertarik pada buku-buku ber-genre percintaan dan menganggap buku ber-genre religi tidak menarik. Namun saat ini, kesuksesan Ayat-Ayat Cinta menginspirasi banyak penulis lain untuk membuat novel ber-genre religi atau menerjemahkan novel ber-genre serupa dari bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia.

Saya termasuk orang yang rajin berkunjung ke toko buku, untuk hunting buku atau hanya sekedar baca gratis (Maaf, Gramed, kalo Gramed kudu bangkrut karena orang-orang seperti saya). Saya memperhatikan jika buku-buku bagus diletakkan di tempat yang amat ‘terpencil’, dikucilkan oleh genre-genre besar seperti percintaan. Saya menemukan 5 cm dan Dan Hujan pun Berhenti di rak jajaran paling ujung. Hanya Laskar Pelangi yang diberi tempat ‘layak’. Di rak utama sendiri berjejer buku ber-genre percintaan.

Selain itu, saya, yang tidak terlalu hobi baca buku, merasa buku terakhir karangan penulis Indonesia yang bagus (yang saya baca) adalah Tetralogi Laskar Pelangi. Entah saya yang memang melewatkan buku-buku bagus. Tapi, buku-buku, yang terbit akhir-akhir ini (yang saya baca) rata-rata isinya mirip semua, sehingga saya tidak bisa menentukan buku mana yang paling bagus.

Terus terang, saya selalu bertanya-tanya, “Kemana buku-buku seperti Laskar Pelangi, 5 cm, Traveller’s Tale, dan Dan Hujan pun Berhenti?”. Hingga saat ini, saya menanti jawabannya. Yaitu dengan lahirnya buku-buku seperti yang saya sebut di atas (jelas bukan berupa plagiat), diantara lautan buku yang semua isinya tentang si ‘Gue’ yang cinta dengan si ‘Dia’ tapi sayang si ‘Dia’ sudah berpacaran dengan si ‘Cewek Itu’. (T_T)

Saya benar-benar berharap akan lahir Andrea Hirata, Raditya Dika, Aditya Mulya, dan Donny Dhirgantoro baru di Dunia Buku Indonesia.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Halo, tahu seorang pengarang Indonesia bernama E.S. Ito? Kalau tahu, coba baca bukunya Negara Kelima atau Rahasia Meede. Pendapat saya, kalau semua buku baru bikinan orang Indonesia saat ini banyak yang ga ada isinya, minimal saya masih bisa nunggu buku karangannya dia (E.S. Ito) berikutnya.